Popular Posts

Tradisi Marhata Sinamot

1. Pengertian
Sinamot adalah sejumlah uang yang disiapkan keluarga laki-laki untuk disampaikan / diberikan kepada keluarga perempuan. Sejumlah uang tersebut biasanya digunakan oleh keluarga wanita tersebut untuk pesta kawin. 
 Maka marhata sinamot adalah membicarakan jumlah uang yang akan diserahkan pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga wanita untuk biaya pesta perkawinan. Apabila pesta itu dilakukan di tempat orang tua si wanita maka dalam istilah adat disebut dialap jual, maka jumlah sinamot akan lebih besar bila dibandingkan dengan bila pesta adat itu dilakukan di tempat si pemuda yang dalam istilah adat disebut taruhon jual.
menurut adat, uang sinamot yang diterima orang tua si wanita harus dibagi kepada :
  • Sijalo bara atau pamarai, yaitu abang atau adik orang tua si wanita .
  • Tulang, yaitu saudara laki-laki dari ibu si wanita.
  • Pariban, yaitu kaka si wanita yang sudah bersuami, kalau tidak maka posisi itu digantikan oleh namboru, yaitu saudara perempuan ayah si wanita yang sudah berkeluarga pula.
Dalam istilah adat ke-empat penerima sinamot ini, yaitu suhut ( orang tua si wanita ), sijalo bara ( pamarai ), tulang, dan pariban disebut suhi ni ampang na opat. Di lain tempat , suhut ( orang tua si wanita ) tidak termaksud dalam suhi ni ampang na opat, karena itu simandokhon yatitu saudara laki-laki si wanita yang sudah berkeluarga termaksud suhi ni ampang na opat dan menerima jambar atau bagian dari sinamot.
2.  Persiapan Marhata Sinamot
Pada waktu (hari H) marhata sinamot telah disepakati pada pertemuan sebelumnya yaitu pada acara patua hata / mangarisik-risik yang sebenarnya tertolong marhusip. Unsur-unsur yang akan diundang pada acara marhata sinamot ini paling sedikit seminggu sebelumnya sudah diberi tahu atau undangan sudah terima.
Untuk hari H ( marhata sinamot ) paranak cukup membawa daging babi yang dimasak secara khusus lengakap dengan na margoarna. Ukuran babi yang akan dipotong babinya menyesuaikan dengan jumlah orang yang hadir pada acara tersebut, umumunya sekitar 20 orang dari parboru dan 20 orang dari paranak. Parboru menyediakan tempat untuk para tamu undangan yang akan hadir, dan menyediakan nasi dengan lauk dengke diluar dengke yang akan disajikan khusus kepada suhut paranak. Selain hal yang disebutkan diaatas, kedua belah pihak menyediakan uang receh pecahan Rp. 500,00 atau Rp. 1.000,00 yang akan dibagikan sebagai ingot-ingot di akhir acara.
Inti sari / kesimpulan pada acara pembicaran marhata sinamot sama seperti pembicaraan pada saat patua hata / mangarisik-risik itu juga. Hanya saja berlangsung lebih formal dan telah dihadiri unsur dalihan natolu pihak paranak dan pihak parboru.
Apabila rombongan paranak sudah tiba dihalaman rumah parboru, salah seorang boru dari paranak memberitahu kedatangan mereka sekaligus bertanya, apakah mereka sudah bisa masuk. Kedatangan boru paranak tadi sekaligus menjadi isyarat agar pihak parboru siap menerima kedatangan rombongan paranak, lalu pihak parboru berdiri mulai dari mulut pintu sampai ke bagian dalam ruangan. Rombongan paranak pun masuk satu-satu dan yang terdepan meneriakkan  / memekikkan : Horas ma di hamu! lalu pihak parboru menyambutnya dengan berkata : Horas ma tutu! kemudian bersalaman satu per satu.
Sesaat setelah rombongan paranak berada di dalam rumah (ruangan) dalam suasana masih berdiri, maka salah seorang dari pihak parboru berkata : Di hamu parboruon nami naro! Mauliate ma di Tuhanta, hipas hamu sahat tu bagas na marampang na marjual on, hipas hami didapot hamu. Horas ma hamu na ro, horas ma hami nidapotmuna. Kemudian dari pihak paranak akan menyambut perkataan dari pihak parboru.
Pembicaraan informal diatas akan berlangsung kira-kira 10 menit lamanya kurang lebih, biasanya pembicaraan diatas mengenai hal-hal aktual dan tidak menyangkut pada acara yang akan berlangsung. Pada saat itu pula, boru dari pihak paranak menyiapkan tudu-tudu ni sipanganon agar disiapkan / disajikan ke hadapan suhut parboru. Demikian pula boru dari pihak parboru menyiapkan makanan termaksud dengke yang akan disajikan ke hadapan suhut paranak.
3. Pembicaraan  di Acara Marhata Sinamot
Setelah acara makan selesai, boru dari pihak parboru dan boru dari pihak paranak, terutama kaum ibu, bergotong royong menyingkirkan / membereskan perabotan makan, kecuali tudu-tudu ni sipanganon ( baiknya tidak digeser-geser ). Kemudian parhata dari pihak parboru mengambil inisiatif membuka pembicaraan.
* Pada saat pembicaraan berlangsung : Paranak menyiapkan amplop yang berisi uang antara Rp. 500,00 sampai Rp. 5.000,00  Amplop tersebut sebaiknya nama si penerima dituliskan yaitu para undangan paranak di luar yang sudah menerima ulos herbang dan hula-hula. Ikatan amplop berisi uang tersebut diserahkan kepada parboru. Seusai penyampaian ulos na marhadopan , amplop tersebut dikembalikan kepada paranak untuk dibagi-bagikan kepada si penerima, uang di amplop inilah yang disebut dengan ulos tinonun sadari. Sebaiknya, parboru menyiapkan amplop yang berisi uang antara Rp. 500,00 sampai Rp. 5.000,00 di amplop tersebut ditulis nama si penerima yaitu para undangan parboru di luar yang sudah menerima panandaon dan hula-hula. Setelah amplop panandaon diserahkan kepada paranak, maka amplop-amplop tersebut yang tadinya dititipi kepada paranak, diterima kembali untuk dibagi-bagikan.
Suhut sihabolonan yaitu orang tua calon pengantin laki-laki menyiapkan sejumlah uang antara 2/3 atau 3/4 dari jumlah sinamot, kemudian uang tersebut ditaruh di atas piring yang sudah berisi beras dan daun sirih. Salah seorang boru dari pihak paranak mengantarkan piring berisi uang tersebut kepada raja parhata parboru, Oleh raja parhata parboru uang tersebut dihitung, yang setelah dihitung kemudian dikembalikan yang diantar oleh boru dari pihak parboru ke raja parhata paranak. Kemudian raja parhata paranak bersama suhut paranak menyerahkan ke suhut parboru yaitu ibu dari wanita yang akan di kawinkan. Uang yang ada di piring berisi beras dan daun sirih itu dituangkan ke ulos yang disiapkan orang tua si wantia, kemudian langsung dibungkuskan dengan ulos tersebut.
Setelah bohi ni sinamot diberikan, satu hal yang perlu disepakati di acara marhata sinamot ini adalah pembagian jambar juhut, agar pada saat pesta tidak menyita waktu untuk menyepakatinya.
* Pembagian jambar juhut adalah sebagai berikut :
   Suhut   -   Ihur-ihur
    Dongan tubu   -   Soit
    Boru/Bere    -   Na marngingi
    Dongan Sahuta   -   Dari ihur-ihur
    Hula-hula   -   Osang
    Hula-hula paranak   -   somba-somba
Bila Toba Holbung biasanya yang berlaku adalah osang untuk boru, somba untuk hula-hula, dan na marngingi untuk hula-hula paranak.
Bila mengenai jambar juhut sudah selesai, maka dilanjutkan dengan menyepakati hal berikut :
  • Adakah acara martumpol atau tidak. kalau ada, kapan dan digereja mana akan dilaksanakan. 
  • Kapan hari H pesta dan di gereja mana pemberkatan nikah, dan pukul berapa dilaksanakan.
  • Gedung pertemuan / rumah mana tempat pelaksanaan pesta adat dan pukul berapa dimulai.
  • Berapa jumlah undangan dari masing-masing pihak.
  • Pukul berapa Marsibuha-buhai.
  • Adakah musik atau gondang di pesta adat atau tidak.
  •  Ulaon sadari atau tidak. Bila ulaon sadari berarti maningkir tangga dan paulak une dilaksanakan seusai pesta adat, dan bila tidak maka acara itu dilaksanakan pada hari berikutnya.
  •  Apakah tortor las ni roha diadakan di akhir pesta atau tidak.
Setelah semua hal diatas telah disepakati, maka boru yang telah mencatat hasil kesepakatan, membacakan catatannya. Bila boru paranak yang membacakan maka boru parboru mencocok-kannya. Bila ada yang berbeda, maka harus disamakan.
4. Marhata Sigabe-gabe
Acara marhata sigabe-gabe adalah memberi kata sambutan berisi harapan kiranya apa yang telah disepakati sebelumnya diberkati Tuhan. Idealnya marhata sigabe-gabe ini masing-masing mewakili unsur fungsional adat yaitu boru, dongan sahuta, dongan tubu, hula-hula dan yang terakhir suhut parboru. Setelah pihak parboru selesai menyampaikan hata sigabe-gabe, maka selanjutnya pihak paranak Mangampu artinya menyambut atau menerima hata sigabe-gabe tersebut.
Sesaat akhir hata gabe, boru dari paranak membawa piring berisi beras dan di atas beras itu tertumpuk uang receh tukaran Rp. 500,- atau Rp. 1.000,-. Uang tersebut dibagi-bagikan ke pihak parboru sambil berkata : Taingot ma na tahatai i atau ingot-ingot! sebaliknya boru dari parboru berbuat serupa dan membagikannya ke pihak paranak.
Kemudian salah seorang dari pihak paranak akan berkata yang intinya dalam bahasa Indonesia, sebelum acara ini ditutup baiklah anda perkenalkan (wanita) yang akan menjadi menantu (parumaen) kami. Begitu juga anda, baiklah anda mengenal (pemuda) yang akan menjadi menantu (hela) anda. Kalau bisa datang lah mereka (sipemuda dan wanita yang akan menikah) untuk menyalami kita, setelah itu berdoa bersama sebelum pulang (akhir acara).
Adalah kurang baik terlihat bila para undangan suhut parboru mengambil sikap pulang sebelum para undangan pihak paranak pulang. karena itu baiknya, setelah doa penutup biasanya rombongan paranak langsung pamit pulang dengan berbaris menyalami suhut parboru dengan rombongannya.

Sumber : Buku " Perkawinan Adat Dalihan Natolu
Penulis : Drs. Richard Sinaga

No comments:

Post a Comment